Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

PMI dan lambang

Sabtu, 05 Oktober 2013

1. Mengenai macam-macam simbol dan asal-usulnya



Lambang Palang Merah

            Lambang Palang Merah sendiri sebenarnya diadopsi dari bendera Swiss, untuk menghormati Henry Dunant sang Pendiri Palang Merah yang berkebangsaan Swiss, sekaligus sebagai bentuk penghormatan terhadap negara Swiss sebagai tempat konvensi kesepakatan penggunaan tanda untuk tenaga sukarela di Medan Perang.
            Pada zaman dahulu setiap negara memiliki tanda yang berbeda-beda untuk tenaga medis di medang perang.  seperti Austria memakai bendera putih, perancis merah, dan spanyol Kuning. Yang jadi masalah pihak lawan kadang tidak mengenali tanda dari tenaga medis sehingga banyak sukarelawan medis yang jadi target sasaran tentara lawan.
            Sehingga akhirnya muncullah pemikiran untuk menggunakan lambang yang seragam bagi setiap tenaga medis yang ada di medan perang.  Akhirnya pada tahun 1863 pada konferensi internasional diputuskan Lambang Palang Merah di atas dasar putih menjadi simbol bagi para sukarela medis. Lambang tersebut merupakan kebalikan dari bendera nasional Swiss (palang putih diatas dasar merah) yang memfasilitasi berlangsungnya Konferensi Internasional saat itu. Pada tahun 1864, Lambang Palang Merah di atas dasar putih secara resmi diakui sebagai tanda pengenal pelayanan medis angkatan bersenjata.[1]


                                            Henry Dunant

Lambang Bulan Sabit Merah

            Delegasi dari Konferensi 1863 tidak memiliki sedikitpun niatan untuk menampilkan sebuah simbol kepentingan tertentu, dengan mengadopsi Palang Merah di atas dasar putih. Namun pada tahun 1876 saat Balkan dilanda perang, sejumlah pekerja kemanusiaan yang tertangkap oleh Kerajaan Ottoman (saat ini Turki) dibunuh semata-mata karena mereka memakai ban lengan dengan gambar Palang Merah. Pihak kerajaan  beralasan bahwa tentara Turki yang rata-rata beragama Islam sensitif terhadap Lambang berbentuk palang tersebut sehingga mengira mereka juga musuh (mungkin karena Turki masih ada trauma dengan perang salib mengingat tentara Eropa waktu itu menggunakan lambang palang yang kakinya lebih panjang di dada mereka sewaktu melakukan invasi ke Timur Tengah).[2]
            Ketika Kerajaan diminta penjelasan mengenai hal ini, mereka menekankan mengenai kepekaan tentara kerajaan terhadap Lambang berbentuk palang dan mengajukan agar Perhimpunan Nasional dan pelayanan medis militer mereka diperbolehkan untuk menggunakan Lambang yang berbeda yaitu Bulan Sabit Merah. Dengan begitu muncullah gagasan untuk tanda bagi pekerja kemanusiaan di medan perang tidak hanya menggunakan lambang Palang merah, tetapi juga menggunakan Lambang yang berbeda yaitu Bulan Sabit Merah. Bulan sabit Merah ini disahkan  pada Konferensi Internasional tahun 1929 secara resmi diadopsi sebagai Lambang yang diakui dalam Konvensi. Jadi itulah awal mula mengapa ada Palang Merah, mengapa ada Bulan sabit merah, bukan karena faktor agama tapi karena masalah salah paham saja.[3]

Perkembangan Lambang: Kristal Merah

            Pada Konferensi Internasional yang ke-29 tahun 2006,  sebuah keputusan penting lahir, yaitu diadopsinya Lambang Kristal Merah sebagai Lambang keempat dalam Gerakan dan memiliki status yang sama dengan Lambang lainnya yaitu Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Konferensi Internasional yang mengesahkan Lambang Kristal Merah tersebut, mengadopsi Protocol Tambahan III tentang penambahan Lambang Kristal Merah untuk Gerakan, yang sudah disahkan sebelumnya pada Konferensi Diplomatik tahun 2005.  Usulan membuat Lambang keempat, yaitu Kristal Merah, diharapkan dapat menjadi jawaban, ketika Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak bisa digunakan dan ‘masuk’ ke suatu wilayah konflik. Mau tidak mau, perlu disadari bahwa masih banyak pihak selain Gerakan yang menganggap bahwa Lambang terkait dengan simbol kepentingan tertentu. Penggunaan Lambang Kristal Merah sendiri pada akhirnya memilliki dua pilihan yaitu: dapat digunakan secara penuh oleh suatu Perhimpunan Nasional, dalam arti mengganti Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah yang sudah digunakan sebelumnya, atau menggunakan Lambang Kristal Merah dalam waktu tertentu saja ketika Lambang lainnya tidak dapat diterima di suatu daerah. Artinya, baik Perhimpunan Nasional, ICRC dan Federasi pun dapat menggunakan Lambang Kristal Merah dalam suatu operasi kemanusiaan tanpa mengganti kebijakan merubah Lambang sepenuhnya.[4]

Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ada dalam[5]:
1.   Konvensi Jenewa I Pasal 38 – 45
2.   Konvensi Jenewa II Pasal 41 – 45
3.   Protokol 1 Jenewa tahun 1977
4.   Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX tahun 1965
5. Hasil Kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional tahun 1991



2. Fungsi dan kegunaan lambang serta pada saat kapan lambang tersebut dipergunakan.

            Lambang Palang Merah dan Lambang Bulan Sabit Merah disebut sebagai lambang pembeda yang aturan penggunaannya diatur dalam aturan internasional. Disebut sebagai lambang pembeda karena memiliki fungsi yang berbeda dengan lambang lain yang melekat pada suatu organisasi/lembaga. Fungsi lambang pembeda adalah sebagai tanda perlindungan dan tanda pengenal. Tanda perlindungan digunakan pada saat konflik bersenjata/perang oleh dinas medis militer suatu negara dan perhimpunan nasional suatu negara untuk melakukan kegiatan kemanusiaan. Tujuannya agar mereka terlindung dari kesengajaan untuk – misalnya – ditembak, disandera, diculik, dan sebagainya oleh para pihak yang terlibat pertempuran. Tanda pengenal, digunakan pada saat damai oleh orang atau/untuk barang untuk kegiatan kemanusiaan dengan tujuan untuk menandakan bahwa orang/barang tersebut, terkait dengan perhimpunan nasional atau terkait dengan dinas medis militer. Oleh karenanya juga harus dilindungi dan diberikan akses untuk memberikan bantuan.[6]

Kamis, 03 Oktober 2013

PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH

abcKemanusiaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan sabit Merah Internasional didirikan berdasarkan keinginan memberi pertolongan tanpa membedakan korban yang terluka di dalam pertempuran, mencegah dan mengatasi penderitaan sesama manusia. Palang Merah menumbuhkan saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan perdamaian abadi bagi sesama manusia.
abcKesamaan
Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama atau pandangan politik. Tujuannya semata-mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan medahulukan keadaan yang paling parah.
abcKenetralan
Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau ideologi.
abcKemandirian
Gerakan ini bersifat mandiri. Perhimpunan nasional disamping membantu Pemerintahnya dalam bidang kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan negaranya, harus selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sejalan dengan prinsip-prinsip gerakan ini.
abcKesukarelaan
Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela, yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan apa pun
abcKesatuan
Di dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
abcKesemestaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta. Setiap Perhimpunan Nasional mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama manusia.
Berdasarkan Statuta / Anggaran Dasar Gerakan, masalah lambang pelindung yaitu Palang Merah dan Bulan Sabit Merah juga perlu mendapat perhatian untuk dibahas dan disebarluaskan. Setiap orang perlu diberi pengertian bahwa orang dan benda / objek apapun yang memakai lambang pelindung tersebut tidak boleh diserang. Perlu juga ditekankan mengenai siapa saja yang berhak menggunakan lambang tersebut. Penghormatan terhadap lambang ini perlu ditegakkan pada masa damai untuk menjamin pula penghormatannya pada saat konflik bersenjata. Masalah lambang ini sangat penting karena menyangkut keselamatan dan jaminan perlindungan terhadap anggota Gerakan terutama pada masa konflik bersenjata. Apabila keamanannya terjamin, maka merekapun dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal.
Sumber :
www.palangmerah.org

PMR JATENG

Selasa, 01 Oktober 2013

PMI Jawa Tengah bekerjasama dengan GRC dan ECHO mengembangkan kesiapsiagaan bencana di sekolah. Tujuan dari proyek ini adalah untuk mengurangi jumlah siswa yang menjadi korban ketika dan setelah bencana serta meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan dan kebersihan. Proyek ini dibuat berdasarkan keberhasilan PMI selama beberapa tahun terakhir ini dalam hal kesiapsiagaan bencana berbasis masyarakat. Proyek ini juga mendapat dukungan dari Palang Merah Jerman dan di danai oleh Komisi Eropa. Dalam proyek percontohan ini, menargetkan 15 sekolah di Kebumen dan 15 sekolah di Cilacap. Dikemudian hari diharapkan proyek ini dapat disebarluarkan ke seluruh Indonesia melalui PMI.

Kegiatan proyek
Proyek ini bekerja lebih banyak bersama palang merah remaja dimana kegiatan proyek ini juga akan akan menambahkan kegiatan baru kepada PMR mengenai kesiapsiagaan bencana serta proyek ini juga akan menyiapkan fasilitator dan pembina PMR terlatih bersama dengan media Komunikasi Informasi dan Edukasi mengenai bencana dan bagaimana melakukan pendataan terhadap resiko di lingkungan sekolah.
Materi dengan pemikiran tentang bagaimana bekerja dengan kesiapsiagaan untuk beragam tipe bencana akan dikembangkan dan diujicoba sebelum dicetak dalam bentuk final, dimana akan dipergunakan bagi PMR seluruh Indonesia.
Kegiatan tersebut masih berada diluar kurikulum formal, namun diharapkan lambat laun akan diintegrasikan kedalam mata pelajaran seperti bahasa, geografi, ilmu alam dan sebagainya.
Dalam proyek ini, PMR akan belajar bagaimana mengumpulkan data dan menggambar peta resiko dan bila memungkinkan penggunaan GPS dan komputer. Mereka akan menganalisa dan menentukan. bencana apa yang sesuai dengan lingkungan mereka. Misalnya mereka menentukan bencana gempa bumi, mereka akan belajar apa yang harus dilakukan bila gempa bumi datang, berlindung dibawah meja, melindungi kepala, berlari keluar gedung dan sebagainya. Mereka akan melakukan simulasi dimana mereka akan belajar apa yang harus di lakukan bilamana bencana terjadi. Yang harus dilakukan lainnya dapat juga berupa lemari dan furnitur lainnya menempel erat di dinding agar tidak berjatuhan dan melukai anak anak ketika gempa.
Tindakan lebih lanjut lainnya adalah memeriksa bangunan dan melihat apakah dapat dikembangkan tahan goncangan gempa bumi agar membutuhkan waktu lebih lama sebelum runtuh. Bila bangunan mampu bertahan lebih beberapa detik, hal itu berarti bahwa orang orang mempunyai waktu untuk keluar dari bangunan. Ruang kelas bangunan sekolah yang baik dapat bertahan hingga 15 detik, sehingga mengembangkan bangunan sekolah hingga tahan selama 15 detik sebelum runtuh daripada hanya selama 5 detik dapat menyelamatkan kehidupan.
Dapat juga berarti semua orang selamat atau semua orang menjadi korban ! PMI telah mengembangkan buku pegangan mengenai bagaimana membangun atau bangunan yang tahan gempa. Buku tersebut berjudul Pedoman Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa. Bersama dengan PMI Cabang, PMR dapat meminta bantuan teknisi dari pemerintah setempat untuk membantu pendataan kualitas bangunan sekolah mereka dan apa yang dapat dilakukan untuk mengembangkannya.
Gempa bumi dapat menghasilkan tsunami, sehingga bila sekolah berada di daerah pantai, anggota PMR dan siswa yang lain dapat mengetahui bagaimana bertindak dengan situasi ini. Mereka harus membuat sebuah sistem sehingga mereka dapat mendapat peringatan sedini mungkin bila ada kemungkinan tsunami. Misalnya membuat kesepakatan dengan masyarakat yang tinggal di sekitar pantai untuk melaporkan sesegera mungkin ke sekolah bila air laut surut tiba tiba atau menunjukkan kondisi yang aneh. Mereka harus membuat jalur evakuasi ke tempat aman, mengadakan lsimulasi rutin dan memastikan keterlibatan seluruh masyarakat.
PMR tidak akan mempunyai kegiatan mengenai jenis bencana alam yang sama terus menerus. Hal tersebut akan membosankan. Oleh karena itu, menjadi hal yang sangat penting agar para pembina PMR dapat memfasilitasi kegiatan mencakup bencana yang cukup luas termasuk isu kesehatan dan kebersihan bahkan kecelakaan lalu lintas. Bekerja dengan cakupan luas mengenai bahaya dan ancaman dapat menciptakan budaya kewaspadaan dan kesiapsiagaan serta memberikan kontribusi dengan kegiatan yang menarik dan relevan bagi PMR. Bila isu kecelakaan lalu lintas memungkinkan untuk diangkat ke PMR, hal tersebut lebih dikarenakan jumlah korban kecelakaan kecelakaan lalu lintas di Indonesia lebih banyak daripada jumlah total korban beragam bencana alam. Lebih daripada 30 ribu orang menjadi korban meninggal pada kecelakaan lalu lintas setiap tahunnya. Sebagian besar ada anak anak sekolah.
Beberapa kegiatan yang telah dilakukan di sekolah adalah pembuatan spot map, PMR menjadi pendidik sebaya di sekolah, kampanye kebersihan sampah, pembuatan jalur evakuasi, pengembangan ruang PMR dengan perlengkapan pertolongan pertama, tandu dan perlengkapan lainnya Para siswa menyebar luaskan pengetahuan mereka
Salah satu tujuan dari proyek ini adalah membawa pulang pengetahuan ini kerumah masing masing, sehingga keluarda dan masyarakat mereka mulaiberpikir lebih mengenai bahaya dan bagaimana penanggulangannya. Seringkali para orang tua tidak mendengarkan anak anak mereka oleh karena itu orang dewasa di masyarakat butuh dilibatkan untuk membantu para siswa membawa pengetahuan kesiapsiagaan bencana ke masyarakat. Oleh sebab itu PMI membentuk tim Sibat yang dilatih berdasarkan konsep PERTAMA PMI yaitu salah satunya pembuatan peta resiko dan rencana aksi di masyarakat. Dalam proyek ini juga mereka akan berpartisipasi dalam kegiatan PMR dan membantu PMR mengadakan pertemuan masyarakat dimana para siswa menyampaikan cara cara penanggulangan ancaman / bahaya.

Rencana Jangka Panjang
Proyek ini akan menghasilkan konsep untuk kesiapsiagaan bencana di sekolah dan lingkungan masyarakat sekitar serta akan di sebarluaskan keseluruh Indonesia melalui sistem PMI. Untuk memastikan anggaran dna dukungan dari pemerintah, dinas pendidikan baik propinsi maupun kabupaten secara terus menerus dilibatkan dalam kegiatan proyek ini. Dengan menggabungkan keahlian PMI dalam kesiapsiagaan bencana dengan sistem di sekolah, proyek ini menjadi gabungan antara dua sistem besar dengan potensi untuk mencapai jumlah masyarakat yang besar.
PMI PROVINSI JAWA TENGAH
Jl. Tanjung 11 A Semarang
Telp/faks 024-3581424

PENTALOKA PEMBINA PMR WIRA

Anggota remaja PMI yang tergabung dalam Palang Merah Remaja (PMR) dipersiapkan menjadi kader PMI yang mempunyai karakter positif Kepalangmerahan dan mampu membantu melaksanakan pelayanan kepalangmerahan.
PMI Provinsi Jawa Tengah dengan dukungan Pemprov Jawa Tengah menyelenggarakan Pentaloka (Penataran dan Lokakarya) Pelatih PMR Wira (SMA) pada 18-24 Mei 2009, di Gedung Prof.DR.dr.H. Satoto, SpGK, Pusdiklat PMI Prov. Jawa Tengah.
Pembinaan PMR sekolah dituntut selalu kreatif dan innovatif dalam hal pengelolaan pelatihannya. Pembina diharapkan mampu menjadi fasilitator bagi PMR untuk pengembangan materi dan Tri Bakti PMR.
Setelah pentaloka ini diharapkan peserta dapat menjadi inisiator bagi kegiatan PMR dengan mengembangkan Tri Bakti PMR yaitu Peningkatan Ketrampilan Hidup Sehat, Bakti Masyarakat dan Persahabatan Nasional dan Internasional, di PMI Cabang dan sekolah masing-masing.
Pengembangan generasi muda melalui pembinaan PMR Sekolah menjadi salah satu prioritas PMI dalam membentuk character-building remaja dalam bidang kepalangmerahan (kemanusiaan). Remaja merupakan aset masa depan yang perlu diarahkan dan dikembangkan sikap dan kemampuan menyikapi kondisi sekitarnya.
Anggota PMR dapat menjadi Peer educator bagi siswa lainnya. PMI Jateng saat ini mengembangkan anggota PMR dapat dan mampu menjadi fasilitator bagi sebayanya. Dengan partisipasi aktif PMR dimaksudkan agar menjadi sekolah siaga bencana, sehingga menjadi sekolah aman dan sehat.


Pentaloka Pembina PMR Madya

Anggota Remaja PMI yang tergabung dalam Palang Merah Remaja (PMR) dipersiapkan menjadi kader PMI yang mempunyai karakter positif kepalangmerahan dan mampu membantu melaksanakan pelayanan kepalangmerahan Untuk itu perlu pembinaan bagi anggota PMR, hal ini yang sering terabaikan dalam pembinaan PMR adalah bagaimana mengelola pelatihan PMR yang menunjang tiga kegiatan terpadu PMR (Tri Bhakati PMR) Selain itu perlu juga dipikirkankan bagaimana menjadikan kegiatan PMR tersebut menarik dan tidak membosankan.
Untuk itu pada tahun 2009 ini PMI Provinsi Jawa Tengah dengan dukungan Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah akan menyelengarakan Pentaloka Pembina PMR Madya. Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 11 – 16 Mei 2009 ini dibuka pada Senin siang oleh Ketua Pengurus PMI Jawa Tengah Bapak Sasongko Tedjo yang didampingi oleh Ibu Frida NRH selaku pengurus bidang SDM. Dalam pembukaan tersebut ibu Frida memberikan penjelasan umum tentang kegiatan ini, “ kegiatan Pentaloka ini merupakan kegiatan tahap kedua dari tiga tahap yang dilaksanakan dimana yang pertama diadakan untuk pembina PMR mula kemudian kali ini PMR Madya yang terakhir untuk Pembina PMR Wira”. Dalam Sambutannya bapak Sasongko memberikan motivasi kepada peserta,” Kegiatan pembinaan PMR merupakan tanggung jawab besar untuk membentuk karakter remaja Indonesia, sehingga kegiatan PMR yang bertujuan membentuk karakter dapat tercapai”.Hal ini sesuai dengan tujuan pelaksanaan kegiatan ini yaitu untuk meningkatkan kualitas PMR Madya yang berkarkater positif guna mendukung.

Sehingga diharapkan pembinaan PMR di Jawa tengah dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan tujuan untuk membentuk karakter remaja Indonesia.

PMR

Selasa, 01 Oktober 2013

 
Terbentuknya Palang Merah Remaja dilatar belakangi oleh terjadinya Perang Dunia I (1914 – 1918) pada waktu itu Australia sedang mengalami peperangan. Karena Palang Merah Australia kekurangan tenaga untuk memberikan bantuan, akhirnya mengerahkan anak-anak sekolah supaya turut membantu sesuai dengan kemampuannya. Mereka diberikan tugas – tugas ringan seperti mengumpulkan pakaian-pakaian bekas dan majalah-majalah serta Koran bekas. Anak-anak tersebut terhimpun dalam suatu badan yang disebut Palang Merah Remaja.
Pada tahun 1919 didalam siding Liga Perhimpunan Palang Merah Internasional diputuskan bahwa gerakan Palang Merah Remaja menjadi satu bagian dari perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Kemudian usaha tersebut diikuti oleh Negara-negara lain. Dan pada tahun 1960, dari 145 Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sebagian besar sudah memiliki Palang Merah Remaja.
Di Indonesia pada Kongres PMI ke-IV tepatnya bulan Januari 1950 di Jakarta, PMI membentuk Palang Merah Remaja yang dipimpin oleh Ny. Siti Dasimah dan Paramita Abdurrahman. Pada tanggal 1 Maret 1950 berdirilah Palang Merah Remaja secara resmi di Indonesia. Sebelumnya pada awal pendirian bernama Palang Merah Pemuda (PMP) kemudian menjadi Palang Merah Remaja (PMR).
Syarat menjadi anggota PMR :
1.     Warga Negara Republik Indonesia.
2.     Usia :
PMR Mula             : Setingkat usia siswa SD/MI dari 7 – 12 th.
PMR Madya          : Setingkat usia siswa SMP/MTs dari 12 – 16 th.
PMR Wira             : Setingkat usia siswa SMA/SMK/MA dari 16 – 20 th.
3.     Dapat membaca dan menulis.
4.     Atas dasar kemauan sendiri.
5.     Mendapat persetujuan orang tua.
6.     Sebelum menjadi anggota penuh, bersedia mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Dasar Kepalangmerahan.
7.     Permintaan menjadi anggota disampaikan kepada pengurus Cabang PMI setempat, melalui Pembina PMR masing-masing.
Tugas-tugas PMR disebut juga dengan Tri Bakti PMR, yaitu :
1.     Berbakti kepada Masyarakat.
2.     Mempertinggi keterampilan dan memelihara kebersihan dan kesehatan.
3.     Mempererat persahabatan Nasional dan Internasional.
Page 1 of 212
 

Total Tayangan Halaman

Blogger news

Blogroll

Most Reading